PERMATANEWS | Berkarakter dan Humanis adalah dua perkara yang senantiasa menjadi pelumas dalam dinamika pendidikan kita.
Dua perkara tersebut juga menjadi bagian dari prinsip etik Mahatma Gandhi dalam meneropong peradaban.
Saking idealnya perkara ini, para pesohor pendidikan kita tiada hentinya mengintrodusir gagasan. Pengambil kebijakan pun demikian, selalu ada terobosan dan inovasi.
Sebut saja “Merdeka Belajar” ala Nadiem Makarim.
Ditengah masyarakat informatif, beberapa idealitas peserta didik dapat kita amati.
Sikap kritis dan solutif.
Perangai ini menjadi istimewa ditengah masyarakat digital yang berkecenderungan menyemai sikap apriori satu dengan lainnya.
Sikap kolaborasi dan kemampuan memengaruhi. Keterampilan ini menunjukkan kedalaman humanisme. Kecakapan mendesakkan pengalaman dan pengetahuannya, tidak dengan perangai mendominasi dan memaksakan kehendak.
Sikap tangkas dan adaptif. Kecanggihan bertindak terkadang dianggap pragmatis, padahal boleh jadi kurang penghayatannya yang tinggi, membuatnya open minded untuk menguasai hal-hal yang praktis.
Sikap inisiatif dan kewirausahaan.
Onani intelektual sering kita dengar di masa 90-an sebagai sinonim dari sikap-sikap konservatif.
Begitulah aroma peserta didik hari ini yang jika tidak punya inisiatif apa-apa dalam mengartikulasi lingkungan sosial yang sarat kompetisi.
Diam menyaksikan pertukaran barang dan jasa, tanpa kreasi untuk mengambil manfaat didalamnya, adalah sosok yang suka tergantung.
Sikap komunikatif.
Kemampuan komunikasi, baik lisan maupun tulisan adalah kecerdasan lain yang mesti di asah. Kemampuan ini lahir dari pergulatan, bukan di ruang tertutup, tetapi di ruang-ruang terbuka yang dialamnya terjadi transaksi intelektual.
Kemampuan mengakses dan menganalisis informasi.
Untuk menghindar dari kebekuan hidup, maka satu-satunya jalan adalah menelusuri ritme dan gelombang informasi.
Daring dan luring adalah sarana yang mesti dimahirkan untuk menjawab tantangan kekinian.
Di jagat maya ini, lintasan informasi bersifat multipolar. Informasi positif dan negatif menyatu dalam satu adonan, dibutuhkan kecakapan untuk mengurai, bahkan memverifikasinya agar ada kejernihan informasi.
Informasi yang keruh, gagal tersebar di tangan cerdik pandai. Sumber informasi dan keterkaitannya dengan informasi lain, mesti ditelusuri, termasuk fakta-fakta pendukungnya.
Semoga beberapa ilustrasi sikap ini dapat mengisi ruang diskusi kita dalam memaknai pendidikan yang berkarakter di tengah masyarakat digital. Mungkin juga sekedar bahan diskusi, menyelami makna “Merdeka Belajar”.***
SELAMAT HARI PENDIDIKAN NASIONAL
Penulis Opini: Ridwan Andi Usman (Akademisi)